Anda mungkin familier dengan berbagai iklan Thailand yang menyentuh hati, seperti iklan asuransi jiwa Thai Life Insurance mengenai pasangan lansia yang salah satunya menderita alzheimer. Nah, inilah salah satu contoh dari iklan emosional atau disebut emotional marketing.
Iklan emosional merupakan salah satu strategi kreatif dalam periklanan yang umum digunakan oleh brand. Alasannya, performa iklan emosional hampir dua kali lipat lebih efektif daripada pemasaran rasional. Bahkan, studi lain menemukan bahwa iklan yang menimbulkan respons emosional bisa meningkatkan penjualan hingga 23%.
Untuk mempelajari strategi kreatif dalam periklanan yang satu ini, berikut kami rangkum tips sekaligus contoh iklan emosional yang mungkin bisa Anda implementasikan pada bisnis Anda. Tapi sebelum itu, sudah tahu belum sebenarnya apa itu emotional marketing?
Apa Itu Emotional Marketing?
Emotional marketing adalah salah satu strategi pemasaran yang memanfaatkan suatu emosi untuk menarik respon audiens. Harapannya, audiens akan memperhatikan, mengingat, serta menyebarkan kampanye pemasaran tersebut. Tentu saja, semua hal tersebut akan berujung pada peningkatan penjualan produk yang diiklankan.
Pada dasarnya, emosi manusia memang kompleks. Tetapi untuk memudahkan marketer, Hubspot membagi emosi audiens menjadi empat. Emosi tersebut adalah kebahagiaan, kesedihan, ketakutan dan keterkejutan, serta kemarahan. Dalam pengaplikasiannya ke suatu kampanye pemasaran, tiap emosi ini memiliki tujuannya masing-masing.
Misalnya saja, marketer akan menggunakan emosi kebahagiaan jika ingin meningkatkan brand awareness. Alasannya, konten dengan emosi positif umumnya lebih cepat tersebar di media sosial daripada konten dengan emosi lainnya. Selain itu, iklan yang bersifat positif juga bisa digunakan untuk membangun image yang positif pula.
Jika ingin membuat audiens lebih berempati atau terhubung dengan brand, maka marketer bisa memasukkan emosi kesedihan. Kampanye pemasaran dengan kesedihan ini umumnya dilakukan oleh organisasi nonprofit yang meminta donasi kepada audiensnya. Namun, tidak jarang juga ada iklan produk lain–seperti iklan asuransi jiwa Thailand di awal–yang menggunakan emotional marketing agar kampanye mereka akan selalu diingat oleh audiens.
Untuk emosi ketakutan, umumnya dimanfaatkan untuk meningkatkan loyalitas konsumen. Menurut sebuah studi, brand hanya perlu ada saat konsumen sedang ketakutan. Bahkan, kontak fisik antara brand dengan konsumen tidak diperlukan. Contohnya saat ada adegan menyeramkan di suatu film, kemudian dalam adegan tersebut terdapat satu logo brand yang terlihat. Nah, saat sebuah brand dapat “menemani” konsumen yang ketakutan, secara tidak sadar mereka akan menunjukkan keterikatan emosional dengan brand tersebut.
Terakhir, emosi kemarahan digunakan oleh marketer untuk meningkatkan engagement audience. Sebuah studi bahkan menunjukkan bahwa konten yang memicu kemarahan akan 34% lebih sering disebarkan daripada konten lainnya. Namun, kesuksesan sebuah brand menggunakan emosi kemarahan ini tergantung dari image brand itu sendiri. Emosi kemarahan ini lebih cocok untuk brand yang terkenal nyeleneh atau antimainstream, daripada brand yang terkenal formal atau family-friendly.
Nah, setelah mengetahui lebih dalam mengenai emotional marketing, sekarang saatnya mempelajari tips untuk menjalankan strategi kreatif dalam periklanan yang satu ini. Ada banyak cara untuk menjalankan strategi marketing yang memicu emosi audiens. Namun jika tidak dilakukan dengan benar, strategi tersebut tidak akan berhasil, atau bahkan merugikan sebuah brand karena perbedaan perspektif mengenai emosi yang ingin dimunculkan. Oleh karena itu, berikut adalah tips menjalankan strategi emotional marketing yang sukses.
4 Tips Menjalankan Strategi Emotional Marketing
- Lakukan audience research terlebih dahulu
Sebelum mulai membuat konsep kampanye, lakukan audience research terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk mengetahui siapa target audience Anda, world view mereka, serta apa yang mereka inginkan. Dengan begitu, Anda bisa membuat iklan yang tidak hanya relatable dengan target audience, tapi juga tidak berseberangan dengan perspektif mereka.
Saat Anda gagal memahami audience, strategi marketing akan menjadi sia-sia, atau bahkan merugikan Anda. Contohnya bisa dilihat pada kasus iklan dari organisasi PETA (People for the Ethical Treatment of Animals), atau merek pembersih kaca Mr. Clean.
Pada 2009, PETA memasang billboard di Jacksonville yang bertuliskan “Save the Whales, Lose The Blubber: Go Vegetarian” dengan gambar seorang wanita obesitas di sampingnya. Menurut PETA, iklan ini dimaksudkan untuk mengajak penduduk Jacksonville yang obesitas agar menurunkan berat badan dengan menjadi vegetarian. Namun, penduduk Jacksonville justru menganggap iklan ini sebagai bentuk fat-shaming dan mereka meminta PETA untuk segera menurunkan iklan tersebut.
Lalu pada hari ibu tahun 2011, Mr. Clean merilis sebuah iklan poster yang menggambarkan seorang ibu tampak sedang mengajari anak perempuannya membersihkan kaca. Lalu, di sampingnya terdapat tulisan “This Mother’s Day, Get Back To The Job That Really Matters”. Sebenarnya, pesan yang ingin disampaikan adalah bagaimana seorang ibu harus mengutamakan kebersihan bagi orang-orang tercintanya. Namun, audience menganggap bahwa iklan tersebut mengandung pesan yang sexist.
Sebagian besar audience Mr. Clean berpendapat bahwa iklan tersebut merendahkan perempuan karena mengimplikasikan bahwa menjaga kebersihan rumah adalah pekerjaan utama dari seorang ibu. Apalagi, hari ibu pada umumnya dirayakan dengan cara memanjakan seorang ibu tersebut–bukannya disuruh untuk melakukan suatu pekerjaan.
Kedua contoh iklan emosional tersebut bisa dibilang gagal karena brand tidak mampu memahami apa yang diinginkan oleh target audience mereka. Bahkan, kedua brand tersebut terpaksa menarik kampanye tersebut beberapa hari kemudian karena banyaknya protes yang dilayangkan kepada mereka. Bukannya efektif, iklan emosional ini justru menjelekkan image kedua brand tersebut.
- Gunakan metode storytelling
Dalam melakukan strategi emotional marketing, membuat konten storytelling adalah pilihan yang tepat. Dari sebuah survei terhadap konsumen, 92% dari mereka berkeinginan agar sebuah iklan memiliki suatu cerita. Bahkan, 55% kemungkinan besar akan membeli produk atau jasa dari sebuah bisnis jika mereka menikmati cerita yang disajikan. Metode storytelling inilah yang umumnya digunakan oleh iklan-iklan Thailand yang sering Anda temukan di YouTube.
Di Indonesia sendiri, iklan emosional dengan metode storytelling juga bisa dengan mudah Anda temukan. Salah satunya yang sempat viral adalah iklan dari Ramayana Department Store yang terkenal akan frasa “Kerja lembur bagai kuda”. Iklan tersebut menceritakan bagaimana seorang anak perantauan ingin membelikan pakaian untuk orangtuanya, tetapi di perjalanan dipalak oleh seorang preman.
Iklan Ramayana tersebut cukup sukses dalam meningkatkan brand awareness, seperti yang tertulis dalam studi terhadap masyarakat Banjarmasin ini. Menurut studi tersebut, faktor yang membuat brand Ramayana jadi diingat oleh masyarakat Banjarmasin adalah humor appealsnya. Artinya, Dimas Djayadiningrat–sutradara iklan ini–berhasil mengimplementasikan aspek storytelling agar audience bisa terus mengingat iklan serta brand tersebut.
- Buat audience terinspirasi
Cara berikutnya untuk menggaet emosi penonton adalah dengan membuat konten yang menginspirasi audience. Jadi, audience yang mengonsumsi kampanye tersebut tidak hanya mendapatkan pengetahuan mengenai produk, tapi juga value lainnya. Contohnya seperti yang dilakukan oleh brand minuman berenergi Red Bull.
Sebagai sebuah brand minuman berenergi, Red Bull memiliki strategi marketing yang sangat menarik. Salah satunya adalah saat mereka merilis kampanye bernama Red Bull Stratos pada tahun 2012. Pada kampanye tersebut, Red Bull bekerja sama dengan Felix Baumgartner untuk memecahkan rekor terjun bebas dari titik tertinggi. Felix akhirnya berhasil meloncat dari lapisan stratosfer, sekitar 39 km dari daratan.
Pada kampanye tersebut, Red Bull mengungkapkan bahwa mereka terinspirasi dari Joseph Kittinger, pemegang rekor sebelumnya, untuk mengetes batas kekuatan manusia dan menunjukkan kalau tidak ada yang tidak mungkin. Secara brand awareness, kampanye ini sangat sukses karena berhasil menggaet hingga 8 juta penonton melalui siaran langsungnya di platform YouTube. Hingga 2023 ini, siaran tersebut masih menjadi rekor siaran langsung YouTube dengan penonton terbanyak.
- Ajak audience untuk beraksi
Tips yang terakhir adalah mengajak audience Anda untuk beraksi atau biasa disebut dengan istilah call to action (CTA). CTA bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari ajakan untuk berdonasi, menggunakan hashtag, hingga membagikan konten. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan engagement yang diterima oleh konten tersebut. Selain itu, CTA juga bisa digunakan bagi brand yang sedang melaksanakan social marketing dan mengajak audiencenya untuk melakukan sesuatu, seperti yang dilakukan oleh brand mobil Volvo.
Pada 2019, Volvo merilis sebuah kampanye yang diberi nama #SelfieforSafety. Pada kampanye tersebut, Volvo mengajak para pengguna media sosial untuk berfoto dengan menggunakan sabuk pengaman dalam keadaan mobil terparkir. Selain mengajak audience untuk berpartisipasi dengan hashtag, Volvo juga mengingatkan mereka untuk menggunakan sabuk pengaman saat berkendara. Namun, ternyata kontribusi Volvo tidak berhenti di situ.
Beberapa bulan kemudian, tim riset dari Volvo menerbitkan sebuah artikel mengenai kebiasaan penggunaan sabuk pengaman. Ternyata, foto selfie dari para pengguna media sosial tersebut juga digunakan untuk menjadi bahan penelitian, tentu saja atas seizin pemilik foto. Selain meneliti behaviour dari pengemudi, artikel tersebut juga berisi bagaimana posisi yang tepat saat menggunakan sabuk pengaman.
Dengan diterbitkannya artikel tersebut, Volvo membentuk sebuah reputasi bahwa mereka peduli dengan para pengguna mobil. Di sinilah mereka dapat mengikat audience secara emosional.
Jadi, begitulah contoh iklan emosional yang sukses–maupun tidak–dalam mencapai goals brand. Lalu, perlukah bisnis Anda mempraktikkan emotional marketing?
Emotional Marketing, Perlukah Bisnis Anda Melakukannya?
Secara umum, strategi kreatif dalam periklanan ini memang akan menguntungkan bisnis. Anda bisa membuat audience berempati dengan brand, meningkatkan brand awareness, serta pastinya meningkatkan penjualan produk atau jasa.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa praktik pemasaran ini cukup riskan untuk digunakan. Melihat pembahasan di atas, ada beberapa contoh iklan emosional yang justru membuat image brand menjadi jelek, bahkan dalam beberapa kasus merugikan secara finansial. Oleh karena itu, pastikan bahwa Anda benar-benar memahami audience sebelum mengonsep sebuah iklan emosional untuk pelaksanaan strategi kreatif dalam periklanan produk Anda.