Dari berbagai macam teknik offline marketing yang bisa dipraktikkan saat ini, strategi cold calling adalah salah satu cara pemasaran offline yang masih sering digunakan. Meskipun saat ini efektivitas cold calling mulai dipertanyakan karena semakin populernya online marketing, nyatanya strategi cold calling masih efektif untuk dijalankan. Jadi, apa itu cold calling?
Apa itu cold calling?
Cold calling adalah sebuah teknik pemasaran secara offline dimana sales menghubungi orang yang sebelumnya tidak menunjukkan ketertarikan untuk membeli produk atau menggunakan jasa sebuah perusahaan. Konsep yang sama juga berlaku untuk cold calling pada B2B. Sales dari sebuah bisnis menawarkan produk atau jasa pada bisnis lain untuk membeli dari mereka.
Cold calling merupakan salah satu bentuk marketing yang proaktif menghubungi calon pembeli, dan 82% dari pembeli setuju untuk melakukan meeting dengan perusahaan yang secara proaktif menghubungi mereka.
Umumnya, kegiatan ini berlangsung via telepon atau telemarketing. Tetapi pada prakteknya, bisa juga berupa kunjungan, misalnya seperti sales yang mengunjungi rumah untuk menawarkan produk.
Tujuan dari kegiatan pemasaran offline satu ini adalah untuk memperkenalkan dan menawarkan produk atau jasa. Ingat, target dari cold calling adalah orang yang sama sekali belum menunjukkan adanya ketertarikan pada produk sebuah perusahaan. Maka besar kemungkinan bahwa mereka tidak tahu sama sekali mengenai produk perusahaan tersebut.
Seorang sales yang sukses melakukan cold calling adalah mereka yang gigih dan tidak mudah menyerah walau menghadapi banyak penolakan. Agar cold calling menjadi sukses, perlu mempersiapkan riset demografik prospek dan pasar.
Strategi cold calling untuk B2B
Setelah memahami apa itu cold calling, ada beberapa strategi yang juga perlu Anda pahami sebelum menjalankan teknik pemasaran yang satu ini, mulai dari meriset siapa prospek Anda, hingga melakukan follow-up.
- Riset prospek Anda
Sebelum menawarkan produk atau jasa kepada perusahaan lain, lakukanlah riset terhadap bisnis yang dijalankan oleh prospek Anda. Luangkan waktu untuk melihat website mereka, pahami bisnis yang mereka lakukan, industrinya, serta hal relevan lainnya yang terkait dengan perusahaan tersebut. Penting pula untuk mengetahui masalah apa yang kira-kira sedang mereka hadapi, atau apa yang sedang dibutuhkan. Untuk riset lebih lanjut, bila Anda mengetahui dengan siapa Anda akan berbicara, cari tahu siapa mereka lewat LinkedIn.
Dengan mengetahui banyak informasi mengenai perusahaan yang menjadi prospek Anda, pembicaraan akan mengalir lebih baik. Jangan sampai pertanyaan yang Anda ajukan atau kata-kata yang digunakan terdengar seperti “template”. Penting untuk berbicara sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan dan hal ini bisa dicapai dengan melakukan riset.
- Gunakan positioning statement
Positioning statement adalah deskripsi singkat mengenai produk atau jasa yang menunjukkan relevansinya dengan kebutuhan perusahaan yang menjadi prospek.
Ketika melakukan cold calling, Anda tentu terbatas dengan waktu. Menggunakan positioning statement ketika melakukan cold calling membantu Anda menjelaskan secara cepat dan efektif mengenai keuntungan yang bisa Anda tawarkan apabila perusahaan tersebut menggunakan produk atau jasa Anda.
Sederhananya, positioning statement adalah cara untuk menghemat waktu dengan memberikan deskripsi singkat mengenai produk atau jasa Anda tanpa mengorbankan terlalu banyak detail.
- Tuliskan poin-poin penting yang ingin disampaikan
Menulis script akan sangat membantu Anda dalam melakukan cold calling. Jika script sudah disiapkan terlebih dahulu, maka ketika panggilan berlangsung Anda tidak akan kebingungan untuk menjelaskan produk, terutama ketika calon pembeli mengajukan pertanyaan.
Namun, Anda tidak perlu membuat script untuk setiap kata yang akan dibicarakan. Cukup menulisnya dalam bentuk poin-poin penting, sehingga ketika panggilan berlangsung, Anda tidak perlu membaca kata per kata. Jika Anda membaca script kata per kata, komunikasi akan terdengar kaku. Ini bisa menurunkan ketertarikan calon pembeli akan produk dan jasa yang sedang ditawarkan.
- Gunakan pertanyaan open-ended
Kegiatan marketing dimana sales melakukan monolog untuk menjelaskan fitur dan kelebihan produk mereka bukanlah kegiatan cold calling yang efektif. Cold calling yang baik adalah yang bisa memancing percakapan dengan calon pembeli.
Penting untuk memberikan ruang terhadap calon pembeli untuk membicarakan bisnisnya. Maka dari itu, pertanyaan yang Anda ajukan juga tidak boleh berbentuk pertanyaan “ya” dan “tidak”. Ajukan pertanyaan yang memancing mereka untuk memberikan penjelasan akan sesuatu, sehingga terjadi percakapan dua arah.
- Selalu siap dengan penolakan
Menjalankan cold calling bukanlah hal yang mudah. Dalam kebanyakan kasus, sales akan menemukan prospek yang tidak mengangkat telepon, memutuskan telepon di tengah pembicaraan, atau bahkan menolak setelah belasan menit berbicara. Ini adalah hal biasa yang akan ditemui ketika melakukan teknik pemasaran offline satu ini.
Jika perusahaan yang menjadi prospek Anda menolak, jangan langsung menyerah. Kembali lakukan riset, pahami apa yang mungkin menyebabkan mereka melakukan penolakan. Kemudian, kembali lakukan panggilan. Statistik dari Call Hippo menunjukkan, Sales yang melakukan beberapa panggilan bisa meningkatkan penjualan hingga 70%.
- Lakukan follow-up setelah melakukan panggilan
Tidak semua cold call selesai dalam satu kali panggilan. Ada kemungkinan Anda dan calon pembeli tidak menjadwalkan meeting pada panggilan pertama. Untuk kasus seperti ini, penting untuk melakukan follow up pada prospek Anda.
Jika calon pembeli mengatakan bahwa mereka tidak bisa bertemu dalam beberapa waktu, jangan langsung mengakhiri pembicaraan. Anda bisa kembali melakukan follow up beberapa hari setelah panggilan terakhir.
Tantangan melakukan cold calling
Meski banyak dilakukan oleh para pemasar, nyatanya cold calling bukanlah hal yang disukai, baik oleh sales maupun konsumen. Sales harus menghadapi banyak reaksi konsumen, mulai dari yang tidak menjawab panggilan sama sekali, hingga memberikan tanggapan yang buruk.
Menurut data yang dikumpulkan LinkedIn, 63% dari pemasar mengatakan bahwa melakukan cold calling adalah bagian terburuk dari pekerjaannya. Selain itu, keberhasilan cold calling juga berhubungan dengan kegigihan Sales untuk melakukan panggilan karena dibutuhkan rata-rata 18 panggilan untuk bisa terhubung dengan calon pembeli. Sementara itu, kebanyakan Sales menyerah setelah panggilan ke-empat.
Semakin berkembangnya teknologi saat ini, strategi cold calling semakin sedikit peminatnya. Ada banyak teknologi baru yang membuat metode pemasaran jadi lebih efektif, misalnya email, teks, atau media sosial. Ada pula teknologi baru yang dinamakan robo-dialing, dimana cold calling dilakukan secara otomatis berdasarkan algoritma.
Dengan mengombinasikan beberapa strategi, Anda bisa membuat cara kreatif untuk menyukseskan strategi cold calling untuk bisnis B2B. Selain itu, tetap pertimbangkan tantangan yang mungkin akan Anda temui di kemudian hari. Ini dapat membantu Anda membuat keputusan yang baik, terutama yang terkait dengan karyawan yang melakukan cold calling.