Dalam menjalankan bisnis, Anda perlu menentukan strategi untuk merancang customer journey yang tepat. Umumnya, model bisnis yang digunakan adalah marketing funnel dengan model customer journey berbentuk corong. Kini, model tersebut mulai dianggap kuno karena adanya penerapan flywheel marketing untuk menggantikan marketing funnel.

Kelebihan utama dari penerapan flywheel marketing adalah bagaimana strategi flywheel mengutamakan Customer Experience atau CX. Hal ini sangat dibutuhkan oleh bisnis karena berdasarkan sebuah survei, pembeli berani membayar lebih untuk CX yang lebih baik. Jadi, dengan memiliki pengertian flywheel marketing yang tepat, sebuah bisnis berpotensi tinggi meningkatkan profitnya.

Memang, apa pengertian flywheel marketing sebenarnya?

Flywheel Marketing dan Cara Kerjanya

Flywheel marketing adalah sebuah model bisnis yang menaruh customer sebagai titik utama. Dengan model bisnis ini, Anda diharuskan untuk menerapkan strategi yang mengutamakan CX. Mengapa demikian? Karena customer inilah yang akan mendorong kesuksesan bisnis Anda. Bahkan, sama seperti roda, secara teori customer journey ini bisa bergerak sendiri tanpa perlu digerakkan oleh bisnis tersebut. Karena, yang menjadi penggerak atau ‘force’ di sini adalah customer itu sendiri. 

Contoh, Anda adalah pemilik brand laptop. Saat ada calon customer yang akan membeli laptop, Anda melayani mereka dengan sepenuh hati. Setelah pembelian beres, ternyata pembeli menghadapi suatu masalah pada laptopnya. Anda pun dengan senang hati membantunya menyelesaikan masalah tersebut. Akhirnya, pembeli akan mendapatkan CX yang sangat baik. Akhirnya, pembeli ini menyarankan kepada teman-temannya untuk membeli laptop brand ini. Nah, inilah yang dimaksud customer sebagai penggerak roda.

Pada model flywheel, strategi utama yang dimanfaatkan marketer sebagai penggerak roda adalah word-of-mouth marketing. Marketing ini merujuk pada pemasaran yang dilakukan oleh customer secara gratis, tanpa bayaran dalam bentuk apapun dari bisnis. Umumnya, pemasaran yang dimaksud berupa review, baik melalui website maupun media sosial. Hal ini penting karena menurut sebuah studi, 95% konsumen membaca review online sebelum membeli barang. 

Jadi, apakah penerapan flywheel ini sebatas pada word-of-mouth marketing saja?

Tentu saja tidak. Untuk membantu menggerakkan roda, sebuah bisnis perlu menggunakan sebuah strategi yang disebut metodologi Inbound. Metode ini digunakan untuk menggerakkan stranger menjadi prospek, prospek menjadi customer, dan customer menjadi promoter. Untuk melaksanakannya, Hubspot membagi metode ini menjadi tiga fase, yaitu attract, engage, delight.

Pada fase attract, Anda harus menarik pengunjung atau stranger untuk mempelajari tentang bisnis Anda. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah content marketing, SEO, social media marketing, serta strategi pemasaran inbound lainnya. Dalam fase ini, penting untuk tidak terlihat memaksa target audience Anda. Jadi, buatlah konten yang informatif, ikuti tren, atau cara-cara lainnya agar audience akan secara ‘rela’ mempelajari bisnis Anda.

Setelah itu, fase berikutnya adalah engage. Pada fase ini, stranger yang tidak tahu apa-apa soal brand Anda telah berubah menjadi prospek yang berniat untuk membeli produk Anda. Ingat, target Anda di sini bukan hanya untuk membuat mereka membeli produk, melainkan juga memberikan CX yang terbaik. Beberapa strategi yang bisa digunakan pada fase ini adalah strategi free trial, omni-channel communication, email personalization, dan masih banyak lagi.

Fase terakhir adalah fase delight. Pada fase ini, tugas Anda adalah membuat customer merasa puas dengan pembelian yang telah dilakukan. Caranya, Anda bisa menawarkan customer service mengenai barang atau jasa yang telah dibeli. Mari kembali pada perumpamaan bahwa Anda adalah pemilik brand laptop. Maka, customer service bisa dilakukan dengan cara memberi solusi saat laptop customer bermasalah. Solusi tersebut bisa berupa bantuan troubleshooting dengan teknisi, atau layanan garansi yang mudah.

Jika seorang konsumen melewati ketiga fase tersebut dengan CX yang memuaskan, maka lebih besar kemungkinan mereka untuk mendukung bisnis dalam bentuk word-of-mouth marketing tadi. Menurut survei, 62% customer yang merasakan CX memuaskan bakal merekomendasikan brand tersebut kepada temannya. Hal ini sangat penting karena dalam survei lainnya, 81% pembeli lebih mempercayai rekomendasi keluarga atau teman saat akan membeli sesuatu. Tapi tentu saja, customer journey tidak selalu berjalan mulus.

Selayaknya roda, dorongan yang kuat tidak ada apa-apanya jika terdapat ‘friction’ atau gesekan yang kuat pula. Nah, gesekan inilah yang harus Anda hilangkan saat menggunakan model bisnis flywheel. Gesekan yang dimaksud adalah seluruh faktor penghambat customer journey seseorang dari orang yang tidak tahu apa-apa mengenai brand, hingga menjadi customer loyal.

Lalu, apa perbedaan model flywheel marketing dengan model flywheel funnel?

Perbedaan utamanya terletak pada posisi customer itu sendiri. Pada marketing funnel, customer hanya dianggap sebagai hasil dari berjalannya usaha marketing di fase-fase sebelumnya. Namun pada model flywheel, customer tidak hanya menjadi pusat, tapi juga penggerak dari berjalannya model tersebut. Jadi, memberikan pengalaman terbaik bagi customer adalah tujuan utama saat menggunakan model customer journey ini.

Tapi tentu saja, menjalankan model flywheel tidak semudah melayani customer dengan baik. Oleh karena itu, kami telah mempersiapkan tips menggunakan model flywheel untuk bisnis Anda. Apa saja tipsnya?

3 Tips Menggunakan Flywheel Marketing

Setelah memahami pengertian flywheel marketing sekarang Anda bisa mempelajari tips penerapan flywheel marketing agar efektif dalam mencapai goals. Berikut adalah tips-tipsnya:

  • Biarkan customer membeli dengan mudah

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, customer menjadi penggerak utama dari model flywheel. Oleh karena itu, sebagai bisnis Anda harus bisa memudahkan proses konversi dari seorang stranger menjadi customer.

Cameron Deatsch, Chief Revenue Officer dari Atlassian, menuliskan bahwa dalam menjual produknya, sebuah bisnis harus mengoptimasi customer self-service. Customer self-service merujuk kepada kebebasan seorang konsumen untuk mempelajari dan melakukan pembelian suatu produk. Jadi, konsumen diharapkan dapat membeli sebuah produk tanpa harus menghubungi tim Anda, termasuk mengenai opsi harga produk atau jasa yang tersedia. 

Source: Shopee

Selain itu, cara lain untuk memudahkan customer membeli produk adalah dengan melakukan multi-channel atau omnichannel marketing. Artinya, Anda harus memanfaatkan segala platform yang ada untuk mencapai calon pembeli, dan membiarkan pembeli untuk melanjutkan journey mereka melalui platform tersebut. Jika tidak memungkinkan, sebisa mungkin Anda merancang proses perpindahan platform dalam customer journey berjalan dengan mulus.

  • Buat customer menjadi loyal dengan berbagai penawaran

Setelah konsumen membeli produk Anda, usahakan agar mereka tidak akan pergi begitu saja. Ada beberapa cara untuk menjadikan customer menjadi loyal. Misalnya, Anda bisa menawarkan produk atau jasa Anda dalam bentuk subscription. Meskipun tidak memungkinkan untuk semua jenis bisnis, tapi strategi ini sudah semakin berkembang penggunaannya. Mulai dari produk berupa makanan, alat kecantikan, hingga produk kesehatan rambut, semua bisa dijual dengan menggunakan model subscription.

Selain itu, strategi lainnya yang bisa Anda lakukan adalah membuat loyalty program. Loyalty program adalah apresiasi yang diberikan oleh brand kepada customernya yang loyal. Apresiasi ini bisa berbentuk hadiah, potongan harga, atau rewards lainnya yang menarik. Praktik loyalty program yang umum dilakukan oleh brand adalah penggunaan sistem poin. Poin ini bisa didapatkan saat customer membeli produk, atau melakukan aktivitas lainnya yang telah ditentukan. Kemudian, poin ini bisa ditukar dengan beberapa hal.

Source: Traveloka

Salah satu pengguna loyalty program dengan sistem poin adalah Traveloka. Saat melakukan transaksi melalui Traveloka, customer akan mendapatkan sejumlah poin. Nah, jika sudah terkumpul, maka poin dapat ditukar menjadi voucher potongan harga. Akhirnya, customer akan terus menggunakan aplikasi tersebut agar poin yang terkumpul semakin banyak dan potongan harga yang didapat semakin besar.

  • Sebisa mungkin kurangi gesekan dalam flywheel

Terakhir dan yang utama, sebisa mungkin Anda harus mengurangi gesekan dalam flywheel marketing. Untuk mengatasi ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari tahu apa masalah dari customer Anda saat melakukan atau mencoba melakukan pembelian produk. Riset ini bisa dilakukan dengan berbagai metode seperti survei, atau analisis data dari platform tempat Anda berjualan.

Jika masalah sudah ditemukan, buatlah rencana untuk mengatasi hal tersebut. Kembali pada contoh Anda sebagai pemilik brand laptop. Anggap saja, dari data ditemukan bahwa pengunjung website tidak jadi membeli produk Anda karena adanya biaya tambahan yang tidak disebutkan sebelumnya saat akan checkout. Berarti, solusinya adalah memberikan informasi bahwa harga yang tertera tidak termasuk biaya pelayanan, biaya pengiriman, atau biaya lainnya.

Haruskah Bisnis Anda Mengadopsi Flywheel Marketing

Setelah membaca pengertian flywheel marketing di atas, mungkin Anda jadi penasaran: “Apakah bisnis saya perlu melakukan penerapan flywheel marketing?”. Melihat banyaknya manfaat serta kelebihannya dibanding model marketing funnel,maka tidak ada salahnya jika bisnis Anda mencoba model flywheel marketing.

Namun, perlu dicatat bahwa penerapan flywheel marketing akan butuh waktu lama jika sebelumnya bisnis Anda sudah berpacu pada marketing funnel. Jadi, perubahan tersebut tidak bisa dilakukan secara instan, dan bisa jadi membutuhkan resource yang tak sedikit. Oleh karena itu, Anda harus benar-benar memahami pengertian flywheel marketing sebelum mulai menggunakannya pada bisnis Anda.

Writer Profile
  • Naufal Shabri

    Post graduate at UGM. Movie enthusiast dan anak gaul Surabaya

Share This
Comment

Leave a Reply