Meskipun social media marketing sudah menjadi norma dalam sebuah strategi pemasaran—terbukti dari survei oleh Hubspot—bukan berarti strategi offline marketing bisa ditinggalkan begitu saja karena dampaknya dianggap kurang nyata. Nyatanya, keuntungan offline marketing masih bisa didapatkan oleh bisnis yang menjalankannya.
Pada suatu survei, 39% marketers percaya bahwa pemasaran offline masih menjadi sebuah strategi yang vital. Menurut mereka, salah satu keuntungan offline marketing adalah bisa meningkatkan kredibilitas bisnis yang dipasarkan. Pendapat tersebut didukung oleh sebuah survei kepada para konsumen, yang menyatakan bahwa iklan cetak berupa brosur dan sejenisnya dipercaya oleh 82% konsumen. Buktinya bisa dilihat pada secondary city di Indonesia.
Apa itu Secondary City? Singkatnya, secondary city merujuk pada sebuah kota yang berada pada tingkat kedua dalam hirarki urban, bisa jadi dalam hal populasi, peran ekonomi, hingga letak geografis terhadap primary city. Contohnya kota satelit dari Surabaya, yaitu Sidoarjo, Mojokerto, dan Gresik.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai manfaat offline marketing, termasuk pada secondary city, mungkin kita perlu membahas sedikit mengenai apa saja strategi pemasaran offline yang hingga saat ini masih sering digunakan oleh bisnis.
Contoh Offline Marketing yang Masih Populer
Sebelum trend online marketing naik seperti sekarang ini, kampanye offline marketing yang dilakukan oleh bisnis umumnya cukup “membosankan”. Umumnya strategi berputaran pada iklan di koran atau majalah, membagikan flyer atau brosur, hingga melakukan praktik telemarketing. Bahkan, pada kebanyakan metode tersebut, bisnis tidak bisa mengetahui apakah kampanye itu sukses memenuhi goals utama mereka atau tidak.
Namun seiring berjalannya waktu dan naiknya trend online marketing, media untuk melakukan pemasaran offline sedikit demi sedikit juga berkurang. Tapi bukannya mati, bisnis justru berlomba bagaimana mereka bisa memanfaatkan offline marketing untuk menutupi kekurangan dari sebuah kampanye online marketing. Mereka mulai mencari beberapa cara kreatif untuk menaikkan brand awareness atau penjualan melalui offline marketing.
Contohnya bisa dilihat pada olimpiade musim dingin 2014 yang diadakan di Sochi, Rusia. Untuk mempromosikan acara tersebut, pihak olimpiade bekerja sama dengan perusahaan kereta api Rusia untuk memberikan tiket gratis kepada para pengunjung yang ingin naik kereta. Syaratnya, mereka harus melakukan 30 squat sebelum mendapatkan tiket tersebut. Selain meningkatkan brand awareness, pengalaman tersebut pasti tidak akan dilupakan oleh para customer.
Di Indonesia sendiri, salah satu kampanye offline marketing yang umum dilakukan adalah mengadakan opening toko baru dengan mengundang influencer ke toko tersebut. Mulai dari kafe, toko pakaian, hingga toko hobi, semua bisa melakukan hal tersebut. Jenis kampanye ini sendiri sebenarnya bisa dibilang sebagai perpaduan antara online marketing dan offline marketing. Bisnis awalnya mengumumkan event di media sosial, kemudian event dilakukan secara offline. Bahkan, beberapa bisnis kemudian memanfaatkan kesuksesan acara offline tersebut untuk kemudian digunakan kembali sebagai strategi pemasaran online.
Memangnya, apa saja keuntungan yang bisa didapatkan dari strategi offline marketing?
Keuntungan Offline Marketing
- Bisa menggaet masyarakat tanpa internet
Menurut data dari sebuah studi, 26,3% populasi Indonesia—sekitar 73 juta penduduk—masih belum mendapatkan akses internet. Ditambah lagi, 29% pengguna media sosial memutuskan untuk vakum dari media sosial karena berbagai macam alasan, mulai dari takut ketergantungan yang berlebih, hingga masalah privasi dan data. Artinya saat bisnis Anda melakukan kampanye pemasaran melalui media sosial, maka ada kemungkinan sebagian besar target market Anda tidak melihat kampanye tersebut.
Misalnya Anda memiliki sebuah produk krim pijat yang ditujukan untuk lansia. Kemungkinan besar, mereka tidak memiliki akses ke internet. Maka, Anda bisa menjalankan strategi offline marketing, misalnya saja dengan adlibs di radio atau iklan tv.
- Bisa berinteraksi dengan calon customer dan membangun komunitas
Salah satu strategi offline marketing adalah membagi brosur atau membuka stand pada suatu acara. Nah saat melakukan kedua aktivitas tersebut, perwakilan bisnis—umumnya seorang sales—bisa berinteraksi secara langsung dengan calon customer. Salah satu keuntungan dari interaksi secara langsung tersebut adalah customer tidak perlu menunggu untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan mereka. Kenapa hal ini penting?
Menurut sebuah survei, brand umumnya membutuhkan waktu rata-rata sekitar lima jam untuk menjawab pertanyaan atau komplain pelanggan di media sosial. Padahal, 42% dari mereka mengharapkan respon paling tidak dalam waktu satu jam. Jadi dalam interaksi secara langsung dengan perwakilan bisnis, waktu tunggu tersebut pasti akan hilang.
Selain itu, interaksi antara produk dengan calon customer juga bisa menjadi alasan seseorang memutuskan untuk membeli produk tersebut. Contoh interaksi antara “produk” dengan calon customer bisa dilihat pada saat beberapa pemain dan kru sebuah film melakukan tur ke beberapa tempat untuk mempromosikan film mereka. Itulah yang dilakukan para pemain dan kru film “Lara Ati”.
Uniknya, kota-kota yang dipilih bukan sekedar kota-kota besar biasa yang ada di Indonesia, melainkan kota-kota besar yang mayoritas penduduknya berbahasa Jawa. Alasannya, film ini sendiri merupakan sebuah film berbahasa Jawa dengan kebanyakan pemainnya juga berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tur film tersebut merupakan salah satu contoh bagaimana sebuah produk bisa melakukan engagement terhadap komunitas yang menjadi target pasar mereka.
- Customer bisa selalu teringat pada brand.
Keuntungan offline marketing berikutnya adalah seorang customer atau calon customer bisa selalu teringat pada brand Anda. Bagaimana bisa begitu? Kembali ke keuntungan offline marketing yang pertama, customer tidak perlu terhubung ke internet untuk menemukan brand Anda. Namun dalam hal ini, strategi yang dilakukan sedikit berbeda.
Saat Anda mensponsori sebuah acara, misalnya saja seminar, Anda bisa menyediakan seminar kit seperti pulpen dan buku yang memiliki nama brand Anda. Setelah itu, Anda bisa membagikan seminar kit tersebut ke seluruh peserta seminar. Jika begitu, maka setiap peserta seminar menggunakan pulpen atau buku tersebut, maka mereka akan mengingat brand Anda. Suatu saat, calon customer tersebut bisa saja menjadi customer yang sebenarnya.
- Bisa menentukan target market secara spesifik
Strategi offline marketing bisa jadi strategi yang cocok untuk Anda yang memiliki target market yang spesifik. Misalnya saja Anda membuka sebuah rumah makan kecil di sebuah kampung dan Anda menarget warga sekitar sebagai target market Anda, maka Anda bisa fokus melakukan strategi offline marketing.
Contoh lainnya adalah, Anda memiliki sebuah brand kopi yang keunggulannya adalah penggunaan biji kopi tertentu yang hanya akan disukai oleh pecinta kopi. Maka Anda bisa membuka stand pada acara tertentu, misalnya perlombaan latte art, perlombaan barista kopi, atau acara pameran bertemakan kopi lainnya.
Jadi, Bagaimana Pemasaran di Secondary City Indonesia?
Kembali ke secondary city, bisa jadi offline marketing merupakan cara yang efektif untuk menggaet customer, terutama jika mereka adalah target market Anda. Misalnya pada tur yang dilakukan oleh pemain dan kru film “Lara Ati”. Mereka menargetkan beberapa secondary city seperti Sidoarjo dan Mojokerto. Umumnya, tur film lain pasti hanya akan memilih untuk ke kota Surabaya saja. Namun, pihak film “Lara Ati” ingin menumbuhkan sense of belonging para penduduk kota tersebut. Akhirnya karena mereka jarang mendapatkan “perhatian” yang seperti itu, mereka akan menjadi customer yang loyal.
Keuntungan offline marketing pada secondary city lainnya adalah rendahnya tingkat penetrasi internet pada daerah-daerah tertentu. Hal tersebut bisa menyebabkan menurunnya tingkat keberhasilan sebuah kampanye yang dilakukan secara online. Jika itu terjadi, maka offline marketing bisa menjadi salah satu opsi bagi bisnis Anda.
Intinya, keuntungan offline marketing sebenarnya masih bisa didapatkan selama kampanye yang dilakukan bisa berjalan dengan efektif. Bahkan, mungkin kampanye offline ini masih bisa menjadi senjata utama bagi beberapa tipe bisnis.