Banyak social media campaign brand modern saat ini menyasar komunitas. Wajar saja, dikutip dari jurnal “Computers in Human Behavior”, pendekatan komunitas dengan social media bisa meningkatkan value creation, engagement, dan brand loyalty pada brand yang melakukannya. Trend ini mulai menular ke brand lokal di Indonesia.
Untuk lebih memahami community-based social media campaign, tim Anakmarketing.com telah mengundang Ivanka Veronica, Senior Social Media Specialist di Penulis.ID, salah satu content marketing agency paling besar di Jakarta. Ivanka akan berbagi beberapa strategi dan contoh kasus menarik mengenai community-based social media campaign. Berikut adalah bagian pertama dari in-depth-interview kami.
(Rima – anakmarketing.com) Akhir-akhir ini banyak brand yang menggunakan social media dan menargetkan komunitas. Konsep community-based social media campaign itu sebenarnya seperti apa?
(Ivanka) Sesuai namanya, campaign socmed yang fokus utamanya berputar di komunitas mereka. Ini sejalan dengan konsep socmed sendiri, dari awal dibentuk untuk menghubungkan antar pribadi satu sama lain. Kita sering share di socmed mengenai kehidupan pribadi kita ke teman-teman. Nah konsep ini juga bisa diterapkan oleh brand di socmed mereka.
Brand jadi bisa membuat socmed mereka lebih menarik, karena tidak cuma jualan, tapi juga membangun komunitas atau menyasar komunitas tertentu yg sejalan dengan value mereka.
Apakah menargetkan komunitas itu lebih efektif?
Lebih efektif karena konsepnya sejalan dengan socmed sendiri. Algoritma di socmed juga sudah otomatis mendukung brand untuk menjalani community-based ini.
Kalau brand besar kan sudah terlihat banyak menggunakan strategi ini. Kalau untuk startup, apa bisa diterapkan oleh semua startup atau hanya yang tertentu saja yang bisa?
Semua startup bisa saja menggunakan campaign ini. Mau B2C atau B2B bisa juga. Banyak orang yang berpikir kalau komunitas itu berarti orangnya harus banyak, komunitasnya harus besar, berarti lebih cocok B2C. Padahal tidak juga. Sebenarnya campaign community-based ini juga cocok untuk B2B. Komunitasnya kemungkinan akan lebih kecil, tapi yang lebih penting adalah nilai hubungannya dan engagementnya yang bisa tetap tinggi.
KPI yang harus diincar oleh sebuah brand untuk bisa disebut berhasil membangun komunitas di social media itu seperti apa? Apa hanya followers?
Selain jumlah followers, kriteria berhasil justru lebih ke apakah followers mereka punya kepercayaan terhadap brand-nya. Misal kalau brand ini mengeluarkan produk baru, followers ini percaya produknya tidak akan gagal. Kalau bisa sampai seperti itu, berarti kepercayaan dari audiens sudah terbangun. Contohnya ada follower yang membeli produk brand tersebut bukan karena butuh, tapi karena ingin support brand tersebut.
Lalu ada case juga kalau brand sudah punya komunitas yang kuat. Misal aslinya sebuah brand membuat kesalahan, komunitas mereka yang justru akan menjadi orang pertama yang membela. Sudah seperti punya influencer sendiri yang sangat mencintai brand kita.
Kalau ada startup yang ingin memulai melakukan strategi ini, apa yang harus mereka lakukan di awal-awal?
Untuk memulai campaign ini, kita harus kenal dulu dengan audiens. Jadi brand harus mencari tahu behavior dari audiens mereka sendiri. Dari sana baru kita menargetkan dan membentuk komunitas seperti apa yang bisa menangkap audiens ini. Dari sana baru kita berpikir membuat konten apa yang kira-kira cocok untuk audiens itu.
Selain membuat konten, kalau di social media, cara komunikasi dengan follower atau audiens itu juga penting. Hubungan antara brand dengan audiens juga harus dipikirkan sama seperti relationship manusia pada umumnya. Caranya bisa misal me-reply komen, membalas DM, membuat konten yang melibatkan mereka. Misalnya brand bisa membuat Instagram story yang memancing engagement atau malah mengajak audiens kolab membuat konten yang sesuai untuk komunitasnya.
Lalu untuk B2B, ingat untuk jangan terlalu kaku dan formal. Misal Penulis.ID sendiri, sebagai digital agency yang bisnisnya formal pun, tidak perlu menggunakan bahasa kaku juga untuk terlihat professional. Sampai bahasa dan gaya penyampaian juga harus kembali disesuaikan dengan target audiens.
Fokus kita harus kepada menguatkan komunitasnya. Kalau komunitasnya berkembang, follower kita juga akan meningkat. Berusaha juga untuk meningkatkan engagement juga. Kalau engagement meningkat ketika dengan jumlah follower sudah naik, nanti peluang post kita muncul di feed atau reels nya audiens akan lebih tinggi.
——-
Pada bagian pertama wawancara kami bersama Ivanka, Senior Social Media Specialist di Penulis.ID, Ivanka sempat menyebut bahwa salah satu strategi paling penting adalah mencari audiensnya dulu. Menurut data dari Databox, mengenali audiens merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kesuksesan content marketing dan social media. Tanpa mengenali audiens dengan baik, strategi ini akan sulit untuk berjalan.
Pada interview bagian kedua nanti, kita akan membahas lebih dalam beberapa strategi menarik dan case study brand yang berhasil menerapkan strategi community-based social media campaign. Stay tune!
Part 1: Kenapa Community-Based Social Media Campaign itu Menarik
Part 2: Strategi Community-Based Social Media Campaign yang Jitu
Part 3: Contoh Kasus dan Membangun Tim Untuk Eksekusi Community-Based Social Media Campaign