Semua marketer ingin mendapatkan hasil yang luar biasa dalam kegiatan marketingnya. Bahkan data mengatakan bahwa lebih dari 50 ribu orang mencari “growth hacking” di Google. Bagaimana tidak, banyak contoh kasus growth hacking menarik seperti Paypal yang berhasil menaikkan revenue sampai 10% dengan program referralnya. Atau kisah legendaris Hotmail yang menguasai industri email di jaman dahulu.

Untuk memahami apa itu growth hacking dan bagaimana cara mempraktekkan strategi ini di perusahaan Anda, tim anakmarketing.com telah mewawancarai Nur Anasta Rahmat, Founder & CEO WeAreGroup yang telah menangani berbagai project growth hacking di Indonesia. Kami juga akan membahas berbagai studi kasus untuk membantu Anda lebih memahami tentang growth hack dan berbagai strateginya. Wawancara ini terbagi menjadi tiga bagian menarik dan dipandu oleh Adhika Dwi Pramudita, Managing Director Penulis.ID, sebagai moderator.

Episode 1: Apa itu Growth Hacking dan Kenapa Populer?

(Adhika) Mari kita mulai dengan berusaha memahami definisi Growth hacking. Singkatnya, apa itu growth hacking?

(Nur Anasta Rahmat) Growth hacking adalah sebuah metode yang dijalankan berdasarkan data dan analisa untuk mendapatkan performa yang lebih bagus. Metode tersebut pasti melibatkan eksperimen-eksperimen untuk mencapai goal yang spesifik, jadi tidak boleh general. Berikutnya, harus terbatas dalam waktu tertentu dengan cost yang efisien. Kita harus ingat bahwa growth hack itu sebuah metode.

Sayangnya, kalau kita baca postingan di LinkedIn, ada yang pamer menumbuhkan follower x persen misalnya, lalu mereka mendeklarkan diri sebagai growth hacker social media. Nah padahal itu kan bukan, lebih ke optimizer malahan. Ada yang menaikkan traffic berapa persen, sudah mengaku mereka growth hacker SEO. Padahal bukan seperti itu. 

Growth hack sendiri fokusnya bisa di berbagai sisi bisnis bahkan revenue. Follower, traffic, itu prosesnya, sedangkan growth hack itu lebih ke metodenya. Dan growth hack selalu melibatkan eksperimen.

Kenapa metode growth hacking sekarang populer dan banyak sekali marketer yang ingin menjadi growth hacker?

Kenapa ingin jadi growth hacker, ya salah satunya karena tertarik terhadap hasilnya yang luar biasa. Misal bapak growth hacker dunia, Sean Ellis di Dropbox misalnya. Meskipun bersaing dengan Google Drive, dia berhasil membuat sebuah metode yang membuat Dropbox mendapatkan banyak users dan revenue. Sebelumnya dia juga berhasil mengeksekusi strategi growth hacker untuk Hotmail, aplikasi email jaman dahulu. Padahal pesaingnya Yahoo waktu itu. 

Cara dia sendiri cukup sederhana. Tiap orang mengirim email via Hotmail, di bawahnya ada message semacam “kalau kalian ingin mengirim email seperti ini, gunakan Hotmail”. Jadinya orang yang mendapatkan email dari rekannya pengguna Hotmail, jadi penasaran dan mencoba juga. Hasilnya Hotmail bisa bersaing dengan Yahoo sebagai market leader saat itu.

Kalau dari contoh yang disebut tadi, Hotmail, Dropbox, ini kan OG-nya dunia growth hack, tapi semuanya kan tipe bisnisnya B2C. Nah apakah sebenarnya bisnis B2B juga cocok untuk menerapkan metode Growth Hacking mas?

Growth hack bisa digunakan di jenis bisnis B2B juga. Karena ketika kita berbicara mengenai growth hack, selalu mulai dari analisa user, pengguna, pembeli, customer, atau ya intinya siapapun yang menggunakan bisnis kamu. Semuanya bisa dipelajari dan diolah untuk ditingkatkan. 

Misal kalau dia B2B, untuk meningkatkan penjualan, atau menambah jumlah lead yang masuk. Mirip dengan conversion optimization, tapi metodenya lebih in-depth. Karena yang kita ubah bisa saja bukan cuma channel tempat kita menawarkan produk kita, tapi bahkan sampai level produk, message, servis, semuanya masih bisa masuk kategori growth hacking activity.

Jadi conversion optimization yang sering bikin salah kaprah itu sebenarnya juga termasuk aktivitasnya growth hack.

Growth hacking populer sekali di kalangan startup. Tapi Mas Anas sendiri ada tidak ya pengalaman mengeksekusi growth hacking di perusahaan yang lebih konvensional?

Ada, misalnya ketika saya menjadi trainer dan mentor di salah satu business unit Telkom selama beberapa lama. Bisnis mereka masih sangat konvensional. Bahkan websitenya pun masih apa adanya. Di business unit itu, kita belajar dulu mengenali respon market bagaimana terhadap bisnisnya dan juga flow operasionalnya. Karena di level operasional pun bisa diterapkan growth hacking untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Apalagi di budaya Telkom ini kan masih sangat konvensional. Sehingga saat kita bahas mengenai perbaikan juga banyak yang takut. Misal ternyata ada inisiatif yang dieksekusi hanya karena itu permintaan bos tertentu sehingga tetap dikerjakan. Tapi kita berusaha memperbaiki kebiasaan itu untuk menciptakan proses yang lebih efektif sehingga hasilnya lebih baik.

Wah berarti Growth hack sendiri berarti tidak harus di marketing ya mas?

Kalau kita ngobrol apa itu growth hacking, kita akan melibatkan tim produk, marketing, analis, finance, sales, desainer, semua ada. Jadinya bayangkan seperti avenger, yang mewakili berbagai divisi. Apabila ada divisi tertentu punya bottleneck/obstacle, nah kalau bisa diselesaikan dengan proses growth hack ya kita lakukan, termasuk operasional. Misal di Telkom kita berusaha untuk menyederhanakan proses pengambilan keputusan. 

Misal contohnya, dulu ada campaign yang harusnya dilakukan waktu valentine. Namun karena keputusannya lama, akhirnya baru diambil ketika lebaran, sehingga momentumnya sudah lewat. Setelahnya kita berusaha growth hack masalah itu dengan sistem pengambilan keputusan kalau untuk hal yang sederhana juga kita sederhanakan. Kan tidak masuk akal kalau hal sederhana malah pengambilan keputusannya rumit sekali, kecuali kalau memang itu rumit ya masalahnya.

Menarik sekali. Lalu untuk perusahaan yang baru banget ingin membangun tim growth hack, minimal banget harus ada role apa saja?

Minimal ada orang riset, orang data. Tidak perlu data science karena kan mahal sekali. Cari saja orang yang minimal dia bisa melakukan analisa data dengan baik. Kalau ada budget lebih baru boleh hire data science atau data engineer. Jadi orang ini harus fokus sekali di data.

Berikutnya, tim ini juga butuh product marketing, terutama kalau kita ingin growth hack marketingnya sebuah produk. Dari product marketing bisa muncul strategi yang menarik, misalnya pricing hack, price anchor, menentukan harga yang tepat sesuai dengan feedback user misal. Terakhir, juga butuh anak digital marketing yang memahami marketing dan desain. Kalau ada desainer juga boleh dimasukkan ke tim. Tapi cari yang pemikirannya sudah modern, bukan yang old school.

Semua anggota tim growth hacking harus berani keluar kotak, risk taker, tapi tetap analytical. Dia harus logic sesuai data, tapi tetap berani kreatif. Jadi mereka ini berani keluar dari pakem yang biasanya. Itu kenapa orangnya banyak yang nyentrik dan unik-unik, yang berani mencoba ide baru yang berbeda dengan tetangga sebelah.

Ya tapi misalnya ada satu orang yang bisa melakukan itu semua, boleh saja dia one-man-team. Tapi ya orangnya pasti pusing banget itu, dan hampir mustahil.

————-

Itulah bagian pertama dari tiga bagian wawancara growth hacking dengan Nur Anasta Rahmat, Founder & CEO dari WeAreGroup. Bagian pertama ini fokus pada pemahaman terhadap apa itu growth hacking. Sedangkan pada bagian kedua nanti, kita akan membahas lebih dalam mengenai strategy growth hacking yang lebih detail, sehingga bisa menjadi inspirasi untuk Anda coba di perusahaan Anda.

Part 1: Apa Itu Growth Hacking dan Kenapa Bisa Jadi Populer?

Part 2: Strategi Dasar Growth Hacking Untuk Marketing

Part 3: Case Study Growth Hacking Untuk Marketing

Writer Profile
Share This
Comment

Leave a Reply